SEKILAS PERJALANAN SEJARAH BANTEN
Sejak Tahun 1526 hingga 1832 Masehi di wilayah barat pulau Jawa pernah tegak berdiri Kerajaan / Kesulthanan Islam Banten yang didirikan oleh Maulana Hasanudin atas perkenan dan arahan dari Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon, seorang ulama penyebar Islam di Jawa. Sunan Gunung Jati dikenal sebagai salah satu seorang Waliyullah anggota Dewan Walisongo.
Awalnya Kerajaan ini merupakan kerajaan vassal di bawah Demak, mulai tahun 1552 dimulailah Kerajaan Banten yang mandiri dan berdaulat masih di masa hidup Raja Ke-1 Banten Maulana Hasanuddin. Pada tahun 1636, Raja Ke-4 Banten mendapat pengesahan gelar “Sulthan” dari Syarif Mekkah yakni Syarif Zeid Al-Hasani yang mendapat otorisasi dari Kesulthanan Turki. Sejak dari tahun 1636-lah maka resmi secara internasional kepemimpinan Islam di wilayah Banten, resmi sebagai Kesuthanan Banten. Raja ke-4 Banten tersebut memulai penggelaran Sulthan di nusantara dengan gelar Sulthan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.
Kesultanan Banten, terkenal dengan semangat patriotiknya. Antara lain : 1. Menggagalkan penjajahan Portugis di pulau Jawa 2. Melawan penjajahan VOC / Kompeni Belanda 3. Melawan penjajahan Kerajaan Belanda di bawah Kekaisaran Prancis Napoleon Bonaparte 4. Melawan penjajahan Inggris. Dikarenakan dengan semangat patriotisnya dan perlawanan kepada penjajah, maka tahun 1832 Masehi, Sultan Banten Berdaulat Terakhir atau Sulthan Penuh Banten ke-17 yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin diasingkan oleh Penjajah Belanda ke Surabaya hingga wafatnya tahun 1899 dan dimakamkan di Pemakaman Botoputih seberang komplek makam Sunan Ampel Surabaya.
Semenjak tahun 1832 Banten mengalami kevakuman kepemimpinan Kesulthanan Banten. Namun pergerakan perjuangan keislaman dari anggota keluarga besar Kesulthanan Banten terus berjalan, baik dalam skala nasional dan internasional. Secara Internasional Syeikh Nawawi Al-Bantani dari Tanara keturunan Pangeran Sunyararas bin Maulana Hasanudin Banten, merupakan ulama Banten kaliber internasional sebagai Imam di Mekkah. Sehingga di kalangan dalam dan luar negeri Banten selalu terkait erat dengan Islam dan berbagai kalangan dari dalam dan luar negeri merindukan kembali revitalisasi Kesultanan Banten.
Pada masa awal kemerdekaan NKRI, antara tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris Kesulthanan Banten RTB Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden RI Sukarno, Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono 9, dan resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta merasa memiliki tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagai Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai suatu saat anak atau cucu beliau kembali ke Banten.
Tanggal 3 Februari 2015, di kediaman KH Tb Fathul Adzim Chotib, putra Resident Banten Tb Acmad Chotib, kedatangan para tamu agung, para ulama besar dari Turki, Syria, Malaysia, Pattani Thailand, dan beberapa ulama nusantara untuk bersilaturahim ke Banten.
Diantara mereka adalah Syeikh Syarif Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani dari Turki, cucu keturunan langsung ke-23 dari Syeikh Abdul Qodir Jaelani, dan dzuriat Rosululloh Muhammad melalui cucu beliau Imam Al-Hasani
Awalnya Kerajaan ini merupakan kerajaan vassal di bawah Demak, mulai tahun 1552 dimulailah Kerajaan Banten yang mandiri dan berdaulat masih di masa hidup Raja Ke-1 Banten Maulana Hasanuddin. Pada tahun 1636, Raja Ke-4 Banten mendapat pengesahan gelar “Sulthan” dari Syarif Mekkah yakni Syarif Zeid Al-Hasani yang mendapat otorisasi dari Kesulthanan Turki. Sejak dari tahun 1636-lah maka resmi secara internasional kepemimpinan Islam di wilayah Banten, resmi sebagai Kesuthanan Banten. Raja ke-4 Banten tersebut memulai penggelaran Sulthan di nusantara dengan gelar Sulthan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.
Kesultanan Banten, terkenal dengan semangat patriotiknya. Antara lain : 1. Menggagalkan penjajahan Portugis di pulau Jawa 2. Melawan penjajahan VOC / Kompeni Belanda 3. Melawan penjajahan Kerajaan Belanda di bawah Kekaisaran Prancis Napoleon Bonaparte 4. Melawan penjajahan Inggris. Dikarenakan dengan semangat patriotisnya dan perlawanan kepada penjajah, maka tahun 1832 Masehi, Sultan Banten Berdaulat Terakhir atau Sulthan Penuh Banten ke-17 yakni Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin diasingkan oleh Penjajah Belanda ke Surabaya hingga wafatnya tahun 1899 dan dimakamkan di Pemakaman Botoputih seberang komplek makam Sunan Ampel Surabaya.
Semenjak tahun 1832 Banten mengalami kevakuman kepemimpinan Kesulthanan Banten. Namun pergerakan perjuangan keislaman dari anggota keluarga besar Kesulthanan Banten terus berjalan, baik dalam skala nasional dan internasional. Secara Internasional Syeikh Nawawi Al-Bantani dari Tanara keturunan Pangeran Sunyararas bin Maulana Hasanudin Banten, merupakan ulama Banten kaliber internasional sebagai Imam di Mekkah. Sehingga di kalangan dalam dan luar negeri Banten selalu terkait erat dengan Islam dan berbagai kalangan dari dalam dan luar negeri merindukan kembali revitalisasi Kesultanan Banten.
Pada masa awal kemerdekaan NKRI, antara tahun 1946-1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris Kesulthanan Banten RTB Marjono Soerjaatmadja bin Pangeran Timur Soerjaatmadja bin Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin, Presiden RI Sukarno, Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono 9, dan resident Banten KH.Tb. Ahmad Chotib. Pada pertemuan tersebut selepas Belanda meninggalkan Indonesia, Sukarno mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, namun pewaris tahta merasa memiliki tanggung jawab mengurusi perekonomian rakyat sebagai Direktur BRI (kini setingkat Gubernur BI) menitipkan kepemimpinan Banten termasuk aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada KH. TB Achmad Chotib selaku Resident Banten sampai suatu saat anak atau cucu beliau kembali ke Banten.
Tanggal 3 Februari 2015, di kediaman KH Tb Fathul Adzim Chotib, putra Resident Banten Tb Acmad Chotib, kedatangan para tamu agung, para ulama besar dari Turki, Syria, Malaysia, Pattani Thailand, dan beberapa ulama nusantara untuk bersilaturahim ke Banten.
Diantara mereka adalah Syeikh Syarif Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani dari Turki, cucu keturunan langsung ke-23 dari Syeikh Abdul Qodir Jaelani, dan dzuriat Rosululloh Muhammad melalui cucu beliau Imam Al-Hasani
RatuBagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA
Pewaris Syah Kesultanan Banten Berdaulat
Sultan Syarif Muhammad As-Shafiuddin
Pendiri dan Ketua Yayasan Kesultanan banten
Pewaris Syah Kesultanan Banten Berdaulat
Sultan Syarif Muhammad As-Shafiuddin
Pendiri dan Ketua Yayasan Kesultanan banten